Senin, 31 Mei 2010
Selasa, 25 Mei 2010
LINK '09
Latihan Integrasi Kehutanan 2009 (Link '09) suatu kegiatan mahasiswa Fakultas Kehutanan yang dibawahi oleh Badan Eksekutiv Mahasiswa Fahutan, Link dilaksanakan setiap tahun pada semester genap khusus bagi mahasiswa baru di fahutan untan.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan bagaimana hutan itu sebenarnya dan memberikan ilmu "dasar" bagiseorang rimbawan serta ketinggalan sebagai media untuk integrasi antar senior dan junior di Fahutan untan.
Terdapat beberapa ilmu yang tidak diajarkan di bangku kuliah dan ada pula yang diajarkan dibangku kuliah diajarkan lagi sebagai aplikasi. Setelah mendapat materi peserta latihan akan diberikan waktu untuk mensimulasi materi tersebut.
Sekretaris BEM
Eka '07
Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan bagaimana hutan itu sebenarnya dan memberikan ilmu "dasar" bagiseorang rimbawan serta ketinggalan sebagai media untuk integrasi antar senior dan junior di Fahutan untan.
Terdapat beberapa ilmu yang tidak diajarkan di bangku kuliah dan ada pula yang diajarkan dibangku kuliah diajarkan lagi sebagai aplikasi. Setelah mendapat materi peserta latihan akan diberikan waktu untuk mensimulasi materi tersebut.
Sekretaris BEM
Eka '07
Minggu, 23 Mei 2010
Selasa, 18 Mei 2010
DAMPAK SOSIAL DARI KELAPA SAWIT DI BORNEO
DAMPAK SOSIAL DARI KELAPA SAWIT DI BORNEO
Oleh Rhett A. Butler
Dari kebanyakan sejarahnya, Borneo jarang ditinggali oleh manusia. Iklim yang tak bersahabat dan lebatnya hutan hujan membuat populasinya kecil dan menyebar. Namun setengah abad ini semua telah berubah. Pengaruh dari masuknya setengah juta transmigran ke Borneo selama 30 tahun ini telah melipatgandakan populasi pulau tersebut dan memunculkan besarnya kebutuhan kerja. Awalnya industri karet dan penebangan kayu menyediakan lapangan pekerjaan, tapi ketika runtuh di pertengahan (Malaysia) hingga akhir (Indonesia) 1990an, kesempatan kerja ikut menghilang bagi kebanyakan penduduk lokal. Walau bagitu, ratusan pendatang baru terus muncul di Borneo setiap minggunya.
Meningkatnya pengangguran adalah masalah yang serius di Borneo pada akhir 1990an dan awal 2000an dan konflik etnis mengamuk di bagian-bagian Kalimantan pada saat itu. Munculnya kelapa sawit di akhir 1990an dan awal 200an dilihat sebagai kesempatan baru bagi penduduk dan pemerintah lokal. Pengamat saat ini hanya melihat biaya total yang harus dibayar akibat pertumbuhan cepat dalam sektor ini.
Dampak Lingkungan
Dibalik penggundulan hutan sebagai hasil dari membuka hutan hujan di dataran rendah untuk perkebunan (86 persen dari penggundulan hutan di Malaysia dari 1995-2000 adalah untuk perkebunan kelapa sawit), ada dampak lain terhadap lingkunan hidup dari penanaman kelapa sawit. Beberapa studi telah menemukan penurunan jumlah (80 persen untuk tanaman dan 80-90 persen untuk mamalia, burung, dan reptilia) dalam keragaman hayati menyusul diubahnya hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Lebih jauh lagi, banyak hewan tak akan masuk ke perkebunan, namun lainnya, seperti orangutan, menjadi hama tanaman perkebunan dan membahayakan mereka dari perburuan liar para petugas perkebunan atas dasar defensif. Penggunaan herbisida dan pestisida dapat pula berdampak pada komposisi spesies dan menjadi polusi di aliran sungai lokal. Dibutuhkan sistem pengeringan yang dibutuhkan untuk perkebunan (perkebunan kelapa sawit di Borneo biasanya didirikan di hutan rawa) bisa menurunkan tingkat air di hutan-hutan sekitarnya. Selain itu, perusakan lahan gambut meningkatkan resiko datangnya banjir dan kebakaran. Pembukaan hutan dengan api yang dinyalakan oleh pemilik perkebunan kelapa sawit besar adalah penyebab terbesar satu-satunya pada kebakaran di Borneo pada tahun 1997-1998.
Untuk lebih lanjut, baca kenapa kelapa sawit menggantikan hutan hujan tropis?
Dampak Sosial
Dampak sosial dari perkebunan kelapa sawit baru mulai dipahami, sebagian besar berkat kerja dari Dr. Lisa CUrran. Walau tak diragukan lagi bahwa perkebunan kelapa sawit menyediakan kesempatan kerja yang besar di Borneo, ada keraguan mengenai keadilan dari sistem yang ada, yang sepertinya kadang kala menjadikan para pemilik perkebunan kecil dalam kondisi yang mirip dengan perbudakan.
Kelangkaan dari kayu di beberapa bagian Borneo, membuat para penduduknya saat ini hanya memiliki beberapa pilihan untuk mengatasi perekonomian. Kelapa sawit sepertinya menjadi alternatif terbaik bagi masyarakat yang mengandalkan hidupnya dari menanam karet, menanam padi, dan menanam buah-buahan. Saat sebuah perusahaan pertanian besar masuk ke suatu daerah, beberapa anggota masyarakat kebanyakan sangat tertarik untuk menjadi bagian dari perkebunan kelapa sawit. Karena mereka tak memiliki kepemilikan legal atas tanah mereka, kesepakatan biasanya dibuat sehingga mereka memiliki 2-3 hektar (508 are) lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Mereka biasanya meminjam 3.000-6.000 USD (dengan bunga 30 persen per tahun) dari perusahaan induknya untuk biaya bibit, pupuk, dan kelengkapan lain. Karena kelapa sawit membutuhkan sekitar 7 tahun untuk berbuah, mereka bekerja seperti buruh dengan bayaran 2,5 USD per hari di perkebunan besar. Sementara lahan mereka belum menghasilkan namun membutuhkan pupuk dan pestisida, yang dibeli dari perusahaan kelapa sawit. Saat perkebunan mereka mulai berproduksi, pendapatan umum untuk lahan seluas 2 hektar adalah 682-900 USD per bulan. Di masa lalu, karet dan kayu menghasilkan 350-1.000 USD per bulan, menurut Curran. Rendahnya pendapatan digabung dengan tingginya modal yang dibutuhkan dan tingginya bunga pinjaman tampaknya akan membuat para pemilik kecil ini tetap terus-menerus berhutang pada perusahaan kelapa sawit.
Menurut Curran, hutang ini, ditambah dengan total ketergantungan pada perusahaan yang tak bisa mereka percaya, mempunyai dampak psikologis pada masyarakat. Karena tak ada jalan untuk melawan tindakan perusahaan, konflik pun muncul di dalam masyarakat, terutama bila sebagian besar masyarakat melawan perusahaan tersebut (Dayak sering melawan rencana perusahaan kelapa sawit). Sering kali maksud-maksud rahasia digunakan untuk menguasai suatu masyarakat. Sebagai contoh, sebuah hadiah sepeda motor bisa memenangkan pengaruh atas pemimpin-pemimpin masyarakat. Ketika telah mendapatkan persetujuan, perusahaan kelapa sawit akan bernegosiasi satu per satu dengan tiap kepala rumah tangga, untuk menghilangkan kekuatan menawar yang lebih tinggi dari masyarakat lain.
Survei yang dilakukan oleh Curran menunjukkan bahwa masyarakat di daerah Kalimantan Barat sangat prihatin dengan munculnya banjir setelah diberdirikannya perkebunan-perkebunan kelapa sawit. Mereka juga khawatir akan kehilangan budaya dan hasil-hasil hutan -- anggota tua masyarakat tidak selalu menyetujui wanita dan anak-anak bekerja di perkebunan. Penanaman kelapa sawit juga membuat penduduk lokal lebih tergantung pada perusahaan pertanian karena mereka tak lagi menanam makanan mereka sendiri. Terakhir, beberapa masyarakat telah menyatakan ketidakpuasannya bekerja pada pihak Malaysia. Walau mereka memiliki banyak keluhan, yang lain melihatnya sebagai alternatif.
Sementara, perusahaan kelapa sawit meraup keuntungan besar. Menurut perhitungan Curran, beberapa perusahaan di Kalimantan Barat akan mendapatkan 26 persen tingkat pengembalian modal per tahunnya selama 25 tahun, sebuah angka yang luar biasa.
"Perusahaan-perusahaan mendapatkan banyak yang tanpa banyak perhitungan," kata Curran, dalam ceramahnya di Stanford University, Januari 2007.
REFERENCES
# WWF Germany, Borneo: Treasure Island at Risk, June 2005 [pdf, 773 KB]
# Lisa Curran, personal communication
# mongabay.com
sumber : http://world.mongabay.com/indonesian/borneo-sawit.html
Oleh Rhett A. Butler
Dari kebanyakan sejarahnya, Borneo jarang ditinggali oleh manusia. Iklim yang tak bersahabat dan lebatnya hutan hujan membuat populasinya kecil dan menyebar. Namun setengah abad ini semua telah berubah. Pengaruh dari masuknya setengah juta transmigran ke Borneo selama 30 tahun ini telah melipatgandakan populasi pulau tersebut dan memunculkan besarnya kebutuhan kerja. Awalnya industri karet dan penebangan kayu menyediakan lapangan pekerjaan, tapi ketika runtuh di pertengahan (Malaysia) hingga akhir (Indonesia) 1990an, kesempatan kerja ikut menghilang bagi kebanyakan penduduk lokal. Walau bagitu, ratusan pendatang baru terus muncul di Borneo setiap minggunya.
Meningkatnya pengangguran adalah masalah yang serius di Borneo pada akhir 1990an dan awal 2000an dan konflik etnis mengamuk di bagian-bagian Kalimantan pada saat itu. Munculnya kelapa sawit di akhir 1990an dan awal 200an dilihat sebagai kesempatan baru bagi penduduk dan pemerintah lokal. Pengamat saat ini hanya melihat biaya total yang harus dibayar akibat pertumbuhan cepat dalam sektor ini.
Dampak Lingkungan
Dibalik penggundulan hutan sebagai hasil dari membuka hutan hujan di dataran rendah untuk perkebunan (86 persen dari penggundulan hutan di Malaysia dari 1995-2000 adalah untuk perkebunan kelapa sawit), ada dampak lain terhadap lingkunan hidup dari penanaman kelapa sawit. Beberapa studi telah menemukan penurunan jumlah (80 persen untuk tanaman dan 80-90 persen untuk mamalia, burung, dan reptilia) dalam keragaman hayati menyusul diubahnya hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Lebih jauh lagi, banyak hewan tak akan masuk ke perkebunan, namun lainnya, seperti orangutan, menjadi hama tanaman perkebunan dan membahayakan mereka dari perburuan liar para petugas perkebunan atas dasar defensif. Penggunaan herbisida dan pestisida dapat pula berdampak pada komposisi spesies dan menjadi polusi di aliran sungai lokal. Dibutuhkan sistem pengeringan yang dibutuhkan untuk perkebunan (perkebunan kelapa sawit di Borneo biasanya didirikan di hutan rawa) bisa menurunkan tingkat air di hutan-hutan sekitarnya. Selain itu, perusakan lahan gambut meningkatkan resiko datangnya banjir dan kebakaran. Pembukaan hutan dengan api yang dinyalakan oleh pemilik perkebunan kelapa sawit besar adalah penyebab terbesar satu-satunya pada kebakaran di Borneo pada tahun 1997-1998.
Untuk lebih lanjut, baca kenapa kelapa sawit menggantikan hutan hujan tropis?
Dampak Sosial
Dampak sosial dari perkebunan kelapa sawit baru mulai dipahami, sebagian besar berkat kerja dari Dr. Lisa CUrran. Walau tak diragukan lagi bahwa perkebunan kelapa sawit menyediakan kesempatan kerja yang besar di Borneo, ada keraguan mengenai keadilan dari sistem yang ada, yang sepertinya kadang kala menjadikan para pemilik perkebunan kecil dalam kondisi yang mirip dengan perbudakan.
Kelangkaan dari kayu di beberapa bagian Borneo, membuat para penduduknya saat ini hanya memiliki beberapa pilihan untuk mengatasi perekonomian. Kelapa sawit sepertinya menjadi alternatif terbaik bagi masyarakat yang mengandalkan hidupnya dari menanam karet, menanam padi, dan menanam buah-buahan. Saat sebuah perusahaan pertanian besar masuk ke suatu daerah, beberapa anggota masyarakat kebanyakan sangat tertarik untuk menjadi bagian dari perkebunan kelapa sawit. Karena mereka tak memiliki kepemilikan legal atas tanah mereka, kesepakatan biasanya dibuat sehingga mereka memiliki 2-3 hektar (508 are) lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Mereka biasanya meminjam 3.000-6.000 USD (dengan bunga 30 persen per tahun) dari perusahaan induknya untuk biaya bibit, pupuk, dan kelengkapan lain. Karena kelapa sawit membutuhkan sekitar 7 tahun untuk berbuah, mereka bekerja seperti buruh dengan bayaran 2,5 USD per hari di perkebunan besar. Sementara lahan mereka belum menghasilkan namun membutuhkan pupuk dan pestisida, yang dibeli dari perusahaan kelapa sawit. Saat perkebunan mereka mulai berproduksi, pendapatan umum untuk lahan seluas 2 hektar adalah 682-900 USD per bulan. Di masa lalu, karet dan kayu menghasilkan 350-1.000 USD per bulan, menurut Curran. Rendahnya pendapatan digabung dengan tingginya modal yang dibutuhkan dan tingginya bunga pinjaman tampaknya akan membuat para pemilik kecil ini tetap terus-menerus berhutang pada perusahaan kelapa sawit.
Menurut Curran, hutang ini, ditambah dengan total ketergantungan pada perusahaan yang tak bisa mereka percaya, mempunyai dampak psikologis pada masyarakat. Karena tak ada jalan untuk melawan tindakan perusahaan, konflik pun muncul di dalam masyarakat, terutama bila sebagian besar masyarakat melawan perusahaan tersebut (Dayak sering melawan rencana perusahaan kelapa sawit). Sering kali maksud-maksud rahasia digunakan untuk menguasai suatu masyarakat. Sebagai contoh, sebuah hadiah sepeda motor bisa memenangkan pengaruh atas pemimpin-pemimpin masyarakat. Ketika telah mendapatkan persetujuan, perusahaan kelapa sawit akan bernegosiasi satu per satu dengan tiap kepala rumah tangga, untuk menghilangkan kekuatan menawar yang lebih tinggi dari masyarakat lain.
Survei yang dilakukan oleh Curran menunjukkan bahwa masyarakat di daerah Kalimantan Barat sangat prihatin dengan munculnya banjir setelah diberdirikannya perkebunan-perkebunan kelapa sawit. Mereka juga khawatir akan kehilangan budaya dan hasil-hasil hutan -- anggota tua masyarakat tidak selalu menyetujui wanita dan anak-anak bekerja di perkebunan. Penanaman kelapa sawit juga membuat penduduk lokal lebih tergantung pada perusahaan pertanian karena mereka tak lagi menanam makanan mereka sendiri. Terakhir, beberapa masyarakat telah menyatakan ketidakpuasannya bekerja pada pihak Malaysia. Walau mereka memiliki banyak keluhan, yang lain melihatnya sebagai alternatif.
Sementara, perusahaan kelapa sawit meraup keuntungan besar. Menurut perhitungan Curran, beberapa perusahaan di Kalimantan Barat akan mendapatkan 26 persen tingkat pengembalian modal per tahunnya selama 25 tahun, sebuah angka yang luar biasa.
"Perusahaan-perusahaan mendapatkan banyak yang tanpa banyak perhitungan," kata Curran, dalam ceramahnya di Stanford University, Januari 2007.
REFERENCES
# WWF Germany, Borneo: Treasure Island at Risk, June 2005 [pdf, 773 KB]
# Lisa Curran, personal communication
# mongabay.com
sumber : http://world.mongabay.com/indonesian/borneo-sawit.html
Ekspansi Kebun Sawit Ancam Ekosistem Danau Sentarum
Ekspansi Kebun Sawit Ancam Kehidupan di Danau Sentarum
PUTUSSIBAU, RABU - Ekspansi 18 perkebunan sawit yang menguasai 348.394 hektar kawasan penyangga di sekitar Taman Nasional Danau Sentarum, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian 10.000 nelayan dan 40 penangkar tradisional ikan arwana merah (Schleropages formosus) . Pasalnya, perkebunan sawit yang dalam perawatannya banyak menggunakan bahan kimia berupa pupuk dan pestisida, dikhawatirkan bisa mencemari air Danau Sentarum.
Kalau air Danau Sentarum tercemari, lalu ikan di danau dan yang dibudidayakan dalam keramba banyak yang mati, nelayan di sini tidak bisa lagi menafkahi keluarganya, kata Usman, salah seorang nelayan di Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Suhaid, kawasan Danau Sentarum, Rabu (28/5).
Dengan kondisi air Danau Sentarum yang belum banyak tercemari saat ini, setiap nelayan pada musim pasang masih bisa memperoleh penghasilan Rp 30.000-Rp 50.000 per hari. Sementara pada saat musim kemarau dan air Danau Sentarum mengering, pendapatan nelayan bisa mencapai Rp 200.000-Rp 300.000 per hari.
Haji Jono bin Bujang Siung, salah seorang penangkar ikan arwana di Kecamatan Suhaid, mengatakan, pencemaran bahan kimia dari perkebunan sawit dikhawatirkan juga mematikan usaha 40 penangkar di sana yang beromzet sekitar Rp 4 triliun. Ini karena budidaya ikan arwana merah membutuhkan air Danau Sentarum yang merupakan habitat aslinya.
Selain penangkar ada sekitar 3.000 warga di sekitar penangkaran yang memiliki usaha sampingan membesarkan benih ikan arwana dalam akuarium. Mereka membeli benih seharga Rp 2,5 juta-Rp 3 juta per ekor, setelah dipelihara dalam dua tahun lalu dijual dengan harga Rp 10 juta per ekor, katanya.
Pembukaan kawasan hutan di sekitar Danau Sentarum untuk perkebunan sawit, menurut tokoh masyarakat di Suhaid Hari Sudirman, juga bisa mengakibatkan banjir di areal pemukiman penduduk di pinggir danau. Selain itu, ratusan masyarakat yang selama ini memanfaatkan hutan untuk menanam dan menoreh pohon karet juga akan kehilangan mata pencahariannya karena tergusur oleh perkebunan sawit.
Secara terpisah, Koordinator Isu Konversi Hutan WWF Indonesia-Kalbar, Haryono menyayangkan pemberian ijin konsesi perkebunan sawit di kawasan penyangga TNDS, karena ada sekitar 1.165 hutan primer, 51.311 hutan sekunder, dan 77.056 hutan rawa sekunder yang harus ikut dibabat untuk pembukaan lahan sawit. Apalagi ijin perkebunan sawit yang dikeluarkan Bupati Kapuas Hulu di kawasan penyangga TNDS itu belum dilengkapi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalbar.
Sumber : http://saveourborneo.org/index.php?Itemid=51&id=87&option=com_content&ta...
PUTUSSIBAU, RABU - Ekspansi 18 perkebunan sawit yang menguasai 348.394 hektar kawasan penyangga di sekitar Taman Nasional Danau Sentarum, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian 10.000 nelayan dan 40 penangkar tradisional ikan arwana merah (Schleropages formosus) . Pasalnya, perkebunan sawit yang dalam perawatannya banyak menggunakan bahan kimia berupa pupuk dan pestisida, dikhawatirkan bisa mencemari air Danau Sentarum.
Kalau air Danau Sentarum tercemari, lalu ikan di danau dan yang dibudidayakan dalam keramba banyak yang mati, nelayan di sini tidak bisa lagi menafkahi keluarganya, kata Usman, salah seorang nelayan di Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Suhaid, kawasan Danau Sentarum, Rabu (28/5).
Dengan kondisi air Danau Sentarum yang belum banyak tercemari saat ini, setiap nelayan pada musim pasang masih bisa memperoleh penghasilan Rp 30.000-Rp 50.000 per hari. Sementara pada saat musim kemarau dan air Danau Sentarum mengering, pendapatan nelayan bisa mencapai Rp 200.000-Rp 300.000 per hari.
Haji Jono bin Bujang Siung, salah seorang penangkar ikan arwana di Kecamatan Suhaid, mengatakan, pencemaran bahan kimia dari perkebunan sawit dikhawatirkan juga mematikan usaha 40 penangkar di sana yang beromzet sekitar Rp 4 triliun. Ini karena budidaya ikan arwana merah membutuhkan air Danau Sentarum yang merupakan habitat aslinya.
Selain penangkar ada sekitar 3.000 warga di sekitar penangkaran yang memiliki usaha sampingan membesarkan benih ikan arwana dalam akuarium. Mereka membeli benih seharga Rp 2,5 juta-Rp 3 juta per ekor, setelah dipelihara dalam dua tahun lalu dijual dengan harga Rp 10 juta per ekor, katanya.
Pembukaan kawasan hutan di sekitar Danau Sentarum untuk perkebunan sawit, menurut tokoh masyarakat di Suhaid Hari Sudirman, juga bisa mengakibatkan banjir di areal pemukiman penduduk di pinggir danau. Selain itu, ratusan masyarakat yang selama ini memanfaatkan hutan untuk menanam dan menoreh pohon karet juga akan kehilangan mata pencahariannya karena tergusur oleh perkebunan sawit.
Secara terpisah, Koordinator Isu Konversi Hutan WWF Indonesia-Kalbar, Haryono menyayangkan pemberian ijin konsesi perkebunan sawit di kawasan penyangga TNDS, karena ada sekitar 1.165 hutan primer, 51.311 hutan sekunder, dan 77.056 hutan rawa sekunder yang harus ikut dibabat untuk pembukaan lahan sawit. Apalagi ijin perkebunan sawit yang dikeluarkan Bupati Kapuas Hulu di kawasan penyangga TNDS itu belum dilengkapi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalbar.
Sumber : http://saveourborneo.org/index.php?Itemid=51&id=87&option=com_content&ta...
Senin, 17 Mei 2010
praktek terpadu
PRAKTEK LAPANGAN TERPADU
FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
Praktek lapangan terpadu merupakan praktek lapangan gabungan yang dilakukan mahasiswa yang mengambil mata kuliah pada semester IV dan VI. Adapun mata kuliah yang akan dipraktekkan pada Semester IV antara lain ekologi hutan, silvika, inventarisasi hutan, perlindungan hutan dan pemanenan hasil hutan, sedangkan mata kuliah yang akan dipraktekkan pada semester VI antara lain konservasi sumber daya hutan, pengelolaan DAS dan hidrologi hutan, serta ekologi satwa liar.
Tujuan dari praktek lapangan terpadu yaitu:
1. Meningkatkan mutu pembelajaran
2. Meningkatkan pemahaman dan ketrampilan mahasiswa berkenaan dengan mata kuliah yang ditekuni
3. Meningkatkan keterpaduan antara Jurusan/Prodi, Dosen dan Mahasiswa
Pelaksanaan Praktek Lapangan Terpadu direncanakan selama 3 (tiga) hari yaitu tanggal 28 – 30 Mei 2010. Lokasi praktek direncanakan di Areal Cagar Alam raya Pasi dekat SPMA Sagatani, Singkawang.
Jumlah mahasiswa yang mengikuti praktek lapangan terpadu :
1. Mata Kuliah Ekologi Hutan : 133 mhs
2. Mata Kuliah Inventarisasi Hutan : 137 mhs
3. Mata Kuliah Perlindungan Hutan : 150 mhs
4. Mata Kuliah Silvika : 182 mhs
5. Mata Kuliah Pemanenan Hasil Hutan : 15 mhs
6. Mata Kuliah Konservasi Sumber Daya Hutan : 32 mhs
7. Mata Kuliah Peng. DAS & Hidrologi : 43 mhs
8. Mata Kuliah Ekologi Satwa Liar : 24 mhs.
info ini diambil dari web fahutan untan
http://fahutan-untan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=50&Itemid=54
FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
Praktek lapangan terpadu merupakan praktek lapangan gabungan yang dilakukan mahasiswa yang mengambil mata kuliah pada semester IV dan VI. Adapun mata kuliah yang akan dipraktekkan pada Semester IV antara lain ekologi hutan, silvika, inventarisasi hutan, perlindungan hutan dan pemanenan hasil hutan, sedangkan mata kuliah yang akan dipraktekkan pada semester VI antara lain konservasi sumber daya hutan, pengelolaan DAS dan hidrologi hutan, serta ekologi satwa liar.
Tujuan dari praktek lapangan terpadu yaitu:
1. Meningkatkan mutu pembelajaran
2. Meningkatkan pemahaman dan ketrampilan mahasiswa berkenaan dengan mata kuliah yang ditekuni
3. Meningkatkan keterpaduan antara Jurusan/Prodi, Dosen dan Mahasiswa
Pelaksanaan Praktek Lapangan Terpadu direncanakan selama 3 (tiga) hari yaitu tanggal 28 – 30 Mei 2010. Lokasi praktek direncanakan di Areal Cagar Alam raya Pasi dekat SPMA Sagatani, Singkawang.
Jumlah mahasiswa yang mengikuti praktek lapangan terpadu :
1. Mata Kuliah Ekologi Hutan : 133 mhs
2. Mata Kuliah Inventarisasi Hutan : 137 mhs
3. Mata Kuliah Perlindungan Hutan : 150 mhs
4. Mata Kuliah Silvika : 182 mhs
5. Mata Kuliah Pemanenan Hasil Hutan : 15 mhs
6. Mata Kuliah Konservasi Sumber Daya Hutan : 32 mhs
7. Mata Kuliah Peng. DAS & Hidrologi : 43 mhs
8. Mata Kuliah Ekologi Satwa Liar : 24 mhs.
info ini diambil dari web fahutan untan
http://fahutan-untan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=50&Itemid=54
Lowonga pekerjaan
Salam Rimba
PEREKRUTAN TENAGA KERJA PT SINARMAS FORESTRY Perusahaan terkemuka di bidang INDUSTRI KEHUTANAN yang sedang berkembang pesat dan beroperasi dalam salah satu kelompok usaha terbesar di Indonesia, saat ini membuka kesempatan kerja bagi para profesional bertalenta untuk bergabung di Region-region kami (Sumatera dan Kalimanta), sebagai : 1.Bussines Process Analyst (BPA) -Pria, lajang, Usia maks 26 tahun -Pendidikan min S1 Teknik, IT atau Statistik; IPK min 2,75 (skala 4) -Memiliki jiwa kepemimpinan, komunikatif dan aktif berorganisasi di kampus maupun di luar kampus -Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah kerja Sinarmas Forestry (Sumatera dan Kalimantan) -Bersedia untuk dimutasikan sesuai kebutuhan Perusahaan 2.Forestry Trainee dan Mangement Trainee (FT/MT) -Pria, Usia maks 26 tahun -Pendidikan min S1 Pertanian/Kehutanan (untuk FT) dan min S1 segala jurusan (untuk MT); IPK min 2,75 (skala 4) -Belum menikah dan bersedia untuk tidak menikah selama program -Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah kerja Sinarmas Forestry (Sumatera dan Kalimantan) -Bersedia menitipkan ijasah asli pendidikan terakhir ke Perusahaan SELEKSI PENERIMAAN TANGGAL 18,19,20 MEI 2010 di AULA MERANTI FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA. Nb. Bawalah surat lamaran dilengkapi dengan CV terbaru, fotocopy KTP, pas foto terbaru ukuran 4x6, serta lampiran pendukung lainnya.
dapat dilihat juga di web fahutan untan
http://fahutan-untan.com/index.php
PEREKRUTAN TENAGA KERJA PT SINARMAS FORESTRY Perusahaan terkemuka di bidang INDUSTRI KEHUTANAN yang sedang berkembang pesat dan beroperasi dalam salah satu kelompok usaha terbesar di Indonesia, saat ini membuka kesempatan kerja bagi para profesional bertalenta untuk bergabung di Region-region kami (Sumatera dan Kalimanta), sebagai : 1.Bussines Process Analyst (BPA) -Pria, lajang, Usia maks 26 tahun -Pendidikan min S1 Teknik, IT atau Statistik; IPK min 2,75 (skala 4) -Memiliki jiwa kepemimpinan, komunikatif dan aktif berorganisasi di kampus maupun di luar kampus -Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah kerja Sinarmas Forestry (Sumatera dan Kalimantan) -Bersedia untuk dimutasikan sesuai kebutuhan Perusahaan 2.Forestry Trainee dan Mangement Trainee (FT/MT) -Pria, Usia maks 26 tahun -Pendidikan min S1 Pertanian/Kehutanan (untuk FT) dan min S1 segala jurusan (untuk MT); IPK min 2,75 (skala 4) -Belum menikah dan bersedia untuk tidak menikah selama program -Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah kerja Sinarmas Forestry (Sumatera dan Kalimantan) -Bersedia menitipkan ijasah asli pendidikan terakhir ke Perusahaan SELEKSI PENERIMAAN TANGGAL 18,19,20 MEI 2010 di AULA MERANTI FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA. Nb. Bawalah surat lamaran dilengkapi dengan CV terbaru, fotocopy KTP, pas foto terbaru ukuran 4x6, serta lampiran pendukung lainnya.
dapat dilihat juga di web fahutan untan
http://fahutan-untan.com/index.php
Senin, 10 Mei 2010
Minggu, 09 Mei 2010
gladian pemuda khatulistiwa
Salam Perubahan
sebuah semangat untuk melakukan perubahan, pengembangan SDM diri sendiri, Menyeimbangkan perbedaan yang memang ada dan tetap ada, melakukan apa yang diinginkan yang disenangi.
bertahan bukan berarti menunda, bukan pula menunggu, waktu tetap berjalan perubahan perlu waktu bukan sebuah alasan, jangan tunggu waktunya tapi lihat persiapannya.ok.
sebuah acara untuk para pemuda, tambah ilmu, belajar bukan hanya di kelas, di sekolah bukan juga dengan buku, dimana saja, kapan saja, dengan siapa saja.
iman m
sebuah semangat untuk melakukan perubahan, pengembangan SDM diri sendiri, Menyeimbangkan perbedaan yang memang ada dan tetap ada, melakukan apa yang diinginkan yang disenangi.
bertahan bukan berarti menunda, bukan pula menunggu, waktu tetap berjalan perubahan perlu waktu bukan sebuah alasan, jangan tunggu waktunya tapi lihat persiapannya.ok.
sebuah acara untuk para pemuda, tambah ilmu, belajar bukan hanya di kelas, di sekolah bukan juga dengan buku, dimana saja, kapan saja, dengan siapa saja.
iman m
perubahan
Assalamualaikum
Salam Rimba.................
pada awal tahun 2010 fakultas kehutan resmi menjadi satu jurusan dari dua jurusan sebelumnya yaitu, MAnajemen Hutan dan Teknologi Hasil Hutan. Fahutan menjadi satu jurusan saja dengan 5 minat studi yaitu : Manajemen , Teknologi , Konservasi, Budidaya dan Sosial.
perubahan perubahan yang dilakukan tentu tidak terlepas dari dampak negatif dan positif yang tentu diinginkan. positif yang dapat kita ambil adalah semakin spesifiknya pelajaran dan lebih banyak pilihan.
Nah ini yang penting dampak negatif yang perlu kita atasi dan buat solusi, yaitu dengan hanya satu jurusan maka Himpunan mahasiswa yang ada sebelumnya (Himatan dan Himateksiltan) menjadi otomatis dibubarkan, sayang sekali organisasi organisasi ini menjadi hilang, mau ditahan pun itu tidak mungkin, nah saya punya ide menggabungkan kedua HMJ ini digabungkan, sehingga dinamika organisasi di fahutan tetap terjaga.
sekian Wan.
Iman M '05
Salam Rimba.................
pada awal tahun 2010 fakultas kehutan resmi menjadi satu jurusan dari dua jurusan sebelumnya yaitu, MAnajemen Hutan dan Teknologi Hasil Hutan. Fahutan menjadi satu jurusan saja dengan 5 minat studi yaitu : Manajemen , Teknologi , Konservasi, Budidaya dan Sosial.
perubahan perubahan yang dilakukan tentu tidak terlepas dari dampak negatif dan positif yang tentu diinginkan. positif yang dapat kita ambil adalah semakin spesifiknya pelajaran dan lebih banyak pilihan.
Nah ini yang penting dampak negatif yang perlu kita atasi dan buat solusi, yaitu dengan hanya satu jurusan maka Himpunan mahasiswa yang ada sebelumnya (Himatan dan Himateksiltan) menjadi otomatis dibubarkan, sayang sekali organisasi organisasi ini menjadi hilang, mau ditahan pun itu tidak mungkin, nah saya punya ide menggabungkan kedua HMJ ini digabungkan, sehingga dinamika organisasi di fahutan tetap terjaga.
sekian Wan.
Iman M '05
Sabtu, 08 Mei 2010
laporan perjalan gan
kepada para delegasi yang pergi ke daerah untuk menemui alumni ditunggu cerita singkatnye ya, untuk kang asep yang baru sampai dari KNSI ditunggu juga pengalamannye dan hasil KNSI nye ape cuy?
Langganan:
Postingan (Atom)