Ekspansi Kebun Sawit Ancam Kehidupan di Danau Sentarum
PUTUSSIBAU, RABU - Ekspansi 18 perkebunan sawit yang menguasai 348.394 hektar kawasan penyangga di sekitar Taman Nasional Danau Sentarum, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian 10.000 nelayan dan 40 penangkar tradisional ikan arwana merah (Schleropages formosus) . Pasalnya, perkebunan sawit yang dalam perawatannya banyak menggunakan bahan kimia berupa pupuk dan pestisida, dikhawatirkan bisa mencemari air Danau Sentarum.
Kalau air Danau Sentarum tercemari, lalu ikan di danau dan yang dibudidayakan dalam keramba banyak yang mati, nelayan di sini tidak bisa lagi menafkahi keluarganya, kata Usman, salah seorang nelayan di Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Suhaid, kawasan Danau Sentarum, Rabu (28/5).
Dengan kondisi air Danau Sentarum yang belum banyak tercemari saat ini, setiap nelayan pada musim pasang masih bisa memperoleh penghasilan Rp 30.000-Rp 50.000 per hari. Sementara pada saat musim kemarau dan air Danau Sentarum mengering, pendapatan nelayan bisa mencapai Rp 200.000-Rp 300.000 per hari.
Haji Jono bin Bujang Siung, salah seorang penangkar ikan arwana di Kecamatan Suhaid, mengatakan, pencemaran bahan kimia dari perkebunan sawit dikhawatirkan juga mematikan usaha 40 penangkar di sana yang beromzet sekitar Rp 4 triliun. Ini karena budidaya ikan arwana merah membutuhkan air Danau Sentarum yang merupakan habitat aslinya.
Selain penangkar ada sekitar 3.000 warga di sekitar penangkaran yang memiliki usaha sampingan membesarkan benih ikan arwana dalam akuarium. Mereka membeli benih seharga Rp 2,5 juta-Rp 3 juta per ekor, setelah dipelihara dalam dua tahun lalu dijual dengan harga Rp 10 juta per ekor, katanya.
Pembukaan kawasan hutan di sekitar Danau Sentarum untuk perkebunan sawit, menurut tokoh masyarakat di Suhaid Hari Sudirman, juga bisa mengakibatkan banjir di areal pemukiman penduduk di pinggir danau. Selain itu, ratusan masyarakat yang selama ini memanfaatkan hutan untuk menanam dan menoreh pohon karet juga akan kehilangan mata pencahariannya karena tergusur oleh perkebunan sawit.
Secara terpisah, Koordinator Isu Konversi Hutan WWF Indonesia-Kalbar, Haryono menyayangkan pemberian ijin konsesi perkebunan sawit di kawasan penyangga TNDS, karena ada sekitar 1.165 hutan primer, 51.311 hutan sekunder, dan 77.056 hutan rawa sekunder yang harus ikut dibabat untuk pembukaan lahan sawit. Apalagi ijin perkebunan sawit yang dikeluarkan Bupati Kapuas Hulu di kawasan penyangga TNDS itu belum dilengkapi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalbar.
Sumber : http://saveourborneo.org/index.php?Itemid=51&id=87&option=com_content&ta...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar