Rabu, 23 Juni 2010

IUTP

Iman Marjuradi
NIM. G 111 05 003
Ilmu Ukur Tanah dan Perpetaan
Peta adalah penyajian unsur-unsur di muka bumi berupa unsur alam dan atau buatan manusia dalam format spasial (keruangan) yang memiliki referensi geografis dan digambarkan secara kartografis pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.
Peta merupakan alat untuk komunikasi antara pembuat peta dan pengguna peta, sehingga dalam peta harus disajikan fungsi dan informasi dari objek yang digambarkan secara optimal.
Peta merupakan representasi atau gambaran unsur – unsur atau kenampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda – benda angkasa, dan umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan atau diperkecil atau diskalakan.
Peta memiliki banyak manfaat dan digunakan dibanyak disiplin ilmu, salah satu bidang ilmu yang menggunakan peta adalah dibidang kehutanan, kegunaan peta dibidang kehutanan diantantaranya :
1. Peta tata guna lahan
2. Peta batas wilayah hutan
3. Peta penutupan lahan
4. Peta daerah aliran sungai
5. Peta daerah konservasi
6. Peta kelas lereng
7. Peta kelas erosi
Peta tata guna lahan bertujuan memberi informasi penggunaan lahan, seperti lahan pertanian, lahan perkebunan, lahan pemukiman, lahan hutan produksi, lahan tambang dan lainya.
Peta batas wilayah hutan menunjukkan batas – batas wilayah yang menjadi peruntukan hutan tersebut, baik sebagai hutan produksi, hutan lindung. Peta ini juga untuk menunjukkan batas – batas dari wilayah hutan dari perusahaan yang memiliki izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK).
Peta penutupan lahan bertujuan untuk mengetahui penutupan lahan pada suatu wilayah, yang selanjutnya digunakan untuk berbagai kebijakan, salah satunya untuk menentukan wilayah yang harus direhabilitasi hutan dan lahan.
Peta untuk tujuan konservasi sangat berkaitan erat dengan peta tataguna lahan, terutama dalam pengaturan ruang dimana suatau komunitas berada. Dengan peta dapat diajukan sebuahusulan perbaikan dalam pengaturan, khususnya untuk menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan daya dukung alam bagi kelangsungan hidup mahluk hidup disekitarnya.
Dilihat dari manfaat peta dibidang kehutanan seperti yang dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peta menjadi barang yang sangat penting untuk dimiliki oleh bidang kehutanan. Untuk itu Departemen Kehutanan (Dephut) telah bekerjasama dengan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) guna memenuhi kebutuhan data dan informasi sumber daya hutan yang berkualitas yakni data dan informasi yang akurat, terbaru, lengkap, konsisten dan terpadu. Kesepakatan itu tertera lewat nota kesepahaman Nomor OT.02/62.KA/IX/2003 pada tanggal 11 September 2003.
Sebagai tindak lanjut nota kesepahaman tersebut telah berhasil disusun Peta Dasar Tematik Kehutanan secara nasional pada skala 1 : 250.000, dengan memanfaatkan teknologi Remote Sensing (citra landsat 7 ETM+, SRTM), Geographic Information System (GIS) dan GPS. Kini Peta Dasar Tematik tersebut telah dikoreksi dan diverifikasi serta telah dinyatakan layak untuk dasar pemetaan pada skala 1 : 250.000 oleh Bakosurtanal.
Peta Dasar Tematik Kehutanan dimaksud akan digunakan sebagai satu-satunya acuan atau kerangka dasar yang harus digunakan untuk seluruh pemetaan tematik kehutanan pada skala 1 : 250.000, sehingga kedepan akan terwujud Basis Data Spasial Kehutanan yang handal dalam mendukung Pengelolaan Hutan Lestari. Disamping itu Peta Dasar Tematik Kehutanan itu juga mendorong peran serta aktif Dephut dalam pembangunan infrastruktur Data Spasial Nasional yang telah dirintis oleh Bakosurtanal.
Untuk meningkatkan kerjasama dalam penyediaan data dan informasi penginderaan jarak jauh (inderaja) dengan LAPAN (Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional), Departemen Kehutanan sedang mempersiapkan Nota Kesepahaman Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Satelit untuk Bidang Kehutanan.
MoU tersebut mempunyai arti penting guna memantapkan kerjasama Dephut - LAPAN yang telah berjalan sejak tahun 1989 melalui proyek NFI (National Forest Inventory). Sampai saat ini Antara Dephut dan LAPAN telah berjalan kerjasama metodologi pemanfaatan data MODIS (skala peta 1 : 1000.000) untuk pemantauan SDH secara periodik (setiap 3 - 6 bulan), pemanfaatan data landsat dan atau SPOT4 (skala 1 : 250.000) untuk pemetaan setiap 3 tahun, pemetaan 3 dimensi, mitigasi bencana dengan data citra multi resolusi, serta penjajagan pemanfaatan data resolusi tinggi dan sangat tinggi (IKONOS, QuickBird, SPOT5, EROS, dsb).







dari berbagai sumber

Jumat, 04 Juni 2010

Laporan Perjalanan



KONFERENSI NASIONAL SYLVA INDONESIA (KNSI) XV

(IKATAN MAHASISWA KEHUTANAN INDONESIA)

SYLVA INDONESIA

BANDAR LAMPUNG

19 – 25 APRIL 2010

Laporan Asep Saepulloh

Delegasi Sylva UNTAN

Hutan Indonesia bagaikan emas hijau yang terhampar dari sabang sampai merauke. Sehingga Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai hutan hujan tropis yang luas dan terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Orang-orang luar juga mengenal Indonesia dengan kesuburan tanahnya, karena apa yang ditanam akan tumbuh subur. Namun, semua itu hanya tinggal kenangan belaka.

Posisi dan peran penting mahasiswa sebagai elemen generasi muda dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, menegaskan akan sebuah kekuatan multi dimensi potensial yang dimilikinya. Peran tersebut diwujudkan atas dasar sikap kritis dan responsif yang selalu ditampilkan dalam mencermati denyut nadi kehidupan disekitarnya.

Sylva Indonesia (Ikatan Mahasiswa Kehutanan Indonesia) sebagai organisasi yang menghimpun mahasiswa profesi kehutanan Indonesia, merespons kondisi kehutanan Indonesia saat ini dengan lebih meningkatkan peran aktif social controlnya terhadap multi-pihak di bidang kehutanan Sebagai gerakan moral, independensi mahasiswa diyakini masih murni tanpa tendensi dan kepentingan-kepentingan terselubung tertentu. Pergerakan mahasiswa didasarkan atas ide-ide inovatif, kajian-kajian kritis dalam kapasitas sebagai intelektual muda merupakan suatu hal yang perlu didukung, mengingat hal tersebut akan lebih mampu mematangkan generasi muda dalam mempersiapkan diri sebagai penerus estafet kepemimpinan mendatang.

Kiprah Sylva Indonesia (SI) tidak diragukan lagi selain sebagai agent of control dan agent of change untuk selalu aktif didalam berbagai upaya pengambilan kebijakan baik dalam kehutanan dan lingkungan juga selalu aktif dalam upaya pengaplikasian dilapangan untuk mengambil peran yang strategis dalam upaya pembangunan kehutanan. Akan tetapi posisi SI belum dianggap penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan dibidang kehutanan dan lingkungan, hal tersebut sangat disayangkan mengingat pentingnya peran mehasiswa kehutanan Indonesia sebagai penerus pembangunan kehutanan dimasa yang akan datang.

Salah satu upaya untuk menentukan posisi tawar SI diadakan Konferensi Nasional Sylva Indonesia (KNSI) ke XV yang merupakan salah satu kegiatan Sylva Indonesia secara rutin dan terkoordinir untuk menentukan pimpinan tertinggi mahasiswa kehutanan seluruh Indonesia. Selain itu kegiatan ini dilaksanakan untuk merumuskan isu-isu lokal, nasional dan internasional untuk dijadikan landasan strategis dalam menentukan peran dan sikap para mahasiswa kehutanan sebagai wujud pengimplementasian Tri Darma perguruan tinggi untuk turut andil didalam pengelolaan hutan di Indonesia dimasa yang akan datang.

Kegiatan KNSI XV ini bertemakan “Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Rimbawan Indonesia dalam Mewujudkan Pengelolaan Hutan yang Adil, Lestari, dan Demokratis”. Dengan beberapa rangkaian kegiatan yaitu :

A. Konferensi Nasional Sylva Indonesia (KNSI) ke-XV

KNSI merupakan kegiatan rutin Sylva Indonesia (SI) yang terkoordinir dengan profesional untuk menentukan pimpinan tertinggi mahasiswa kehutanan seluruh Indonesia. Pembahasan mengenai laporan pertanggung jawaban Sekretaris Jenderal dan ketua Dewan Perwakilan SI tidak terlepas dari kegiatan KNSI ini, selain itu KNSI juga membahas AD/ART dan GBHKPO SI untuk 2 tahun yang akan datang. Maka terpilihlah Erwin Darma dari UNHAS sebagai Sekretaris jenderal Sylva Indonesia periode 2010-2012 dan Ahmad Nurdin sebagai ketua Dewan Perwakilan Sylva Indonesia periode 2010-1012.

B. Seminar Nasional Kehutanan

C. Pekan Karya Mahasiswa Kehutanan Indonesia (PKMKI)

a. Refleksi 51 tahun Sylva Indonesia

b. Peringatan Hari Bumi

c. Seminar penyelamatan satwa sebagai kunci penyelamatan hutan sumatera dari Tambling Wildlife Nature Conservation dan Pameran Nusantara

d. Field Study dan Field Trip ke Hutan Pendidikan Mangrove dan Taman Nasional Way Kambas


HUTAN KU MENUNGGU

HUTAN KU MENUNGGU

Dia menunggu,,,,, tak kunjung datang,,,,hingga sakit yang ia rasa begitu dalam,,,, tapi tetap tak kunjung datang ,,,,, penentianya sia-sia,,,,,,,, kecewa, terluka,,,, dulu dia adalah kebanggaan, keindahan, pelindung bagi semuanya,,,,tapi ia sekarang ia terluka dan kecewa bahkan ia sekarang menangis karna menunggu dan menunggu,,,,, pengharapan yang sia-sia ,,,, sangat sia-sia ……………………………………………………………..

Apa yang selama ini yang ia tunggu-tunggu???????

Apa yang sebenarnya selama ini ia harapkan ????????

Yang ia harap-harapkan adalah rimbawan sejati……..

Rimbawan yang akan mengubahnya menjadi perkasa seperti dulu lagi…..

Kamis, 03 Juni 2010

Negara Maju Siap Sumbang 4 Miliar untuk Deforestasi


Degradasi Hutan

Negara-negara maju berkomitmen untuk memberikan bantuan dana sebesar 4 miliar dolar Amerika Serikat untuk melawan deforestasi pada tahun 2012—500 juta lebih banyak dibanding yang telah dijanjikan pada Konferensi Copenhagen, demikian informasi yang dirilis Norwegia baru-baru ini.

Jens Stoltenberg, Perdana Menteri Norwegia sekaligus penyelenggara konferensi iklim dan kehutanan internasional, menyatakan bahwa jumlah tersebut mencakup 3,5 miliar dolar yang dijanjikan oleh Amerika Serikat, Norwegia, Jepang, Inggris, Perancis, dan Australia dalam Konferensi Copenhagen di bulan Desember lalu.

“Mengurangi deforestasi dan degradasi hutan adalah cara menurunkan emisi global yang paling cepat dan murah,” jelas Stoltenberg. Perjuangan melawan deforestasi dapat menghasilkan pengurangan emisi sebanyak sepertiga dari total target yang dibutuhkan pada tahun 2020 untuk membatasi pemanasan global sebanyak 2 derajat Celsius.

Berdasarkan keterangan yang diberikan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), deforestasi merupakan penyebab 17 persen emisi gas rumah kaca global, yang melebihi emisi gabungan semua jenis transportasi di dunia.

Headline News Sylva Untan: MULTISISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI MENJADI LEBIH BAIK

Headline News Sylva Untan: MULTISISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI MENJADI LEBIH BAIK

MULTISISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI MENJADI LEBIH BAIK


Menggunakan sistem silvikultur yang seragam pada suatu IUPHHK yang terfragmentasi ternyata menghasilkan nilai manfaat yang rendah , baik dari aspek teknis, produksi, sosial dan ekonomi. Hasil penelitian Badan Litbang Kehutanan membuktikan bahwa nilai manfaat tersebut dapat ditingkatkan berkali lipat jika dalam suatu IUPHHK menggunakan beragam sistem silvikultur, atau diistilahkan dengan multisistem silvikultur dalam pengusahaan kawasannya.

Berdasarkan simulasi dari suatu contoh kondisi fragmentasi IUPHHK tertentu, yang menggunakan sistem silvikultur campuran tebang pilih dan tebang habis dalam pengusahaan kawasannya (TPTI, TPTJ/TPTII dan THPB), produksi kayu dan penyerapan tenaga kerja dapat ditingkatkan menjadi dua kali lebih banyak, serta nilai NPV dapat meningkat menjadi lebih dari tiga kali besar dibandingkan jika IUPHHK tersebut hanya menggunakan dua sistem silvikultur tebang pilih (TPTI dan TPTJ/TPTII).

Sumber : www.dephut.go.id